Konspirasi Imperialis Salibis terhadap Daulah Utsmaniyah



kaum salib membuktikan bahwa mereka adalah kaum yang tidak bisa menerima nasihat, mengambil pelajaran, dan rakus untuk membantai kaum muslimin. Sebelumnya mereka telah membuktikan kebenaran sabda Rasulullah saw, “Bila Kaisar (Heraclius) mati maka tidak ada lagi Kaisar (lain) setelahnya.” (HR. Bukhari). Itulah maksud Allah SWT menakdirkan mereka tidak memiliki negara permanen di kawasan Syam.
Setelah kekalahan Heraclius pada masa Khalifah Umar, kaum salib sempat kembali di bawah slogan Perang Salib (Crusade) dan berhasil merebut Al-Quds. Mereka tinggal di kawasan tersebut dalam jangka waktu lama, sekitar dua abad. Namun,akhirnya mereka tetap terusir. Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi berhasil merebut kembali Al-Quds pada Perang Hittin (4 Juli 1187) dan kembali sabda Rasulullah SAW terbukti.
Perang Salib IX—sekaligus yang terakhir—berhasil dimenangkan kaum muslimin. Direbutnya kembali Antakya (1268), Tripoli (1289), dan Akka (1291) menandai berakhirnya pemerintahan Kristen di Syam. Bahkan, basis terakhir kaum salib di Pulau Ruad—yang hanya 3 km dari Pantai Suriah—berhasil direbut oleh pasukan Daulah Mamalik pada 26 September 1302.
Kaum salib Eropa kembali ke Syam setelah sekitar enam abad terusir dari kawasan itu. Kali ini mereka mengubah slogan misi mereka dari Perang Salib menjadi imperialisme modern yang hakikatnya adalah Perang Salib fase kedua melawan kaum muslimin.
Kawasan Syam, negara-negara Arab, dan Afrika menjadi lahan garap imperialisme Inggris dan Prancis setelah Daulah Utsmaniyah tua dan lemah. Kedua negara imperialis itu memecah-belah dan membagi-bagi Syam di antara mereka serta menghapus sistem khilafah islamiyah pada 3 Agustus 1924. Italia pun tertarik dan ingin mendapatkan jatah hingga berhasil menduduki Libia dan sejumlah wilayah di Afrika (1912).

Syam: Pecahan Daulah Utsmaniyah
Imperialis Barat memulai konspirasi terhadap Daulah Utsmaniyah dengan cara menanam benih-benih pemikiran nasionalisme dan mendukung gerakan-gerakan separatis, khususnya di negara-negara Kristen Balkan dengan kucuran dana dan persenjataan. Mereka juga menopang berbagai propaganda yang bertujuan menghancurkan Islam, seperti Thuranisme (nasionalisme Turki), Slavisme (nasionalisme Balkan melawan kaum muslimin), sekularisme (memisahkan agama dari negara), serta meminggirkan syariat Islam dari hukum positif, ekonomi, keluarga, dan pendidikan.

Mereka juga mendorong Yahudi Zionis dan para penolong kaum salib untuk bergabung dalam gerakan-gerakan rahasia dalam rangka menghancurkan Daulah Utsmaniyah. Apalagi Sultan Abdul Hamid II pernah menolak hadiah besar dari Yahudi agar menjual tanah Palestina kepada mereka. Demikianlah, sejumlah besar Yahudi Salonika masuk ke dalam Organisasi Persatuan dan Kemajuan Turki. Organisasi sekuler inilah yang kemudian merencanakan penghapusan sistem khilafah islamiyah di Turki.
Di antara langkah konspirasi imperialis terhadap Daulah Utsmaniyah adalah operasi yang dilancarkan Inggris pada tahun 1916 dengan menyulut api Revolusi Arab di Hijaz yang dipimpin Syarif Husain bin Ali melawan Daulah Utsmaniyah. Ketika terjadi Perang Dunia I (1914-1918) Inggris dan Prancis membuat kesepakatan rahasia untuk menjegal Turki dan Arab. Mereka menandatangani Perjanjian Sykes-Picot (16 Mei 1916) untuk membagi kekayaan Daulah Utsmaniyah di Iraq dan Syam setelah Sekutu memenangkan Perang Dunia I. Inggris menguasai Iraq, Yordania, dan Palestina, sementara Prancis mengusai Suriah dan Lebanon.
Setelah itu dilanjutkan dengan Deklarasi Balfour (2 November 1917). Dalam deklarasi ini imperialis Inggris menghadiahkan Palestina kepada sekutunya, Zionis, untuk dijadikan tempat berdirinya Negara Israel bagi Yahudi di seluruh dunia.

Pengusiran Imperialis Salibis
Setiap negara yang dijajah oleh kaum imperialis salibis pasti terdapat sekelompok orang yang beriman, yang berjihad di jalan Allah. Mereka memerangi dan menyerang para penjajah dengan persenjataan yang ada meski minim dan jauh jika dibandingkan dengan persenjataan kaum penjajah. Namun, mereka memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh para penjajah—kecuali mereka masuk Islam—yaitu keimanan yang memenuhi hati. Mereka tidak gentar terhadap musuh dan tidak takut celaan siapa pun. Besarnya jumlah korban jiwa tidak memalingkan mereka untuk berjihad.
Aljazair; rakyatnya mempersembahkan ratusan ribu nyawa syuhada di jalan Allah demi mengusir penjajah Prancis. Mereka tidak mau berhenti berjihad, berperang, dan tidak lelah, hingga mereka berhasil mewujudkan kemerdekaan dan terbebas dari para penjajah. Imperialis Prancis terusir kembali ke Eropa meski sebelumnya pernah mengira Aljazair sebagai bagian yang tak terpisahkan, tepat di seberang lautan daratan Prancis.

Sementara di Syam, Prancis terpaksa meninggalkan Suriah pada 17 April 1946 setelah pendudukan selama seperempat abad. Prancis juga meninggalkan Lebanon pada 31 Desember 1946.
Lain halnya Inggris; cara untuk meninggalkan jajahannya berbeda dengan penjajah lain. Inggris menjajah Palestina dan memanfaatkan penuh penjajahannya selama tiga puluh tahun untuk mempersiapkan kondisi negeri ini demi kepentingan Zionis Yahudi, agar mereka supaya meneruskan penjajahan sepeninggal Inggris. Mereka pun mengumumkan berdirinya Negara Israel ketika Inggris mengumumkan menghentikan kolonialisasi pada tahun 1948.
Palestina memang masih dijajah oleh Yahudi. Namun, pasti berakhir suatu saat nanti dengan hikmah yang dikehendaki Allah. Penjajahan Zionis ini dengan perannya memiliki usia terbatas di sisi Allah. Selanjutnya akan berakhir dan mati seperti halnya imperialis lain yang sudah tumbang. Sejarah telah membuktikan bahwa setiap penjajahan dan negara memiliki batas usia tertentu. Demikan pula dengan rezim Nushairi yang menjajah Suriah, yang saat ini di ambang keruntuhan.
Penjajahan tersebut menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kaum muslimin yang meninggalkan agama dan jihad serta lebih condong kepada dunia. Akhirnya dunia pun tercabut dari mereka melalui tangan-tangan musuh. Namun, rahmat Allah lebih besar dari siksaan yang ditebar kaum penjajah.
Orang yang membandingkan kondisi kaum muslimin sebelum dan sesudah penjajahan Zionis di Palestina dan rezim Nushairi di Suriah akan mengetahui betapa besar nikmat yang dikaruniakan Allah kepada kaum muslimin. Di antaranya adalah meningkatnya kesadaran beragama. Jihad di Syam telah membangkitkan orang yang lelap serta menjadi loncatan dan kebangkitan bagi kaum muslimin; untuk kembali kepada Islam dan menyalakan obor jihad di hati mereka. 

SUMBER [kiblat.net]

Komentar

Postingan Populer